Minggu, 11 Desember 2016

Analisis Kode Etik Profesi pada Kasus "Raden Motor & BRI Cabang Jambi"

Kelompok 4 :
Andini Predita Sari (20213898)
Budi Setianto (21213808)
Ester Valentin (22213984)
Iin Indah Sari (24213226)
Lukhlu Rafika (25213052)
Puput Rahayu (26213951)
Saulina Bernadet (29213319)
Tiara Eka Wahyu Pratiwi (28213890) 


KASUS “RADEN MOTOR DAN BRI CABANG JAMBI”

Selasa, 18 Mei 2010, KOMPAS
Jambi,- Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jambi dinilai bagaikan “Macan Ompong,” dalam menangani kasus Kredit macet BRI Jambi, atas dana yang digunakan PT.RPL / UD (Raden Motor.) yang jatuh tempo sejak 14 April 2008. Hingga berita ini diturunkan, belum juga berhasil menyeret siapa tersangkanya, hingga ke meja hijau (Pengadilan).

Awal mulanya UD Raden Motor mengajukan permohonan pinjaman ke BRI Jambi dengan mengagunkan 36 item surat berharga yang nilai likuiditasnya mencapai Rp100 miliar sebagai jaminan, melakukan pinjaman sebesar Rp52 miliar dalam beberapa tahun. Pengajuan pinjaman yang diajukan UD Raden Motor tersebut ditujukan untuk pengembangan usaha di bidang otomotif seperti showroom jual beli mobil bekas dan perbengkelan mobil atau otomotif.

Namun, Penggunaan kredit tersebut oleh PT RPL tidak sesuai dengan peruntukan, sebagaimana pengajuan pinjamannya kepada BRI. Dari itu di nilai ada penyimpangan, dan hingga jatuh tempo pada 14 April 2008. Dana pinjaman kredit sekitar Rp 52 miliar itu tidak bisa dikembalikan oleh pihak PT RPL/ UD Raden Motor.

Berkaitan dengan hal itu, UD Raden Motor masih diberi jangka waktu selama satu tahun, untuk menjual asetnya, guna melunasi hutang dengan BRI. Tetapi tidak dilakukan oleh Raden Motor. Akhirnya Kejaksaan sempat menciumadanya pelanggaran tindak pidana korupsi dalam kasus pemberian kredit itu, dan adanya indikasi pengalihan aset-aset milik PT RPL/UD kepada orang lain, sehingga agunan atau jaminan yang ada di bank sudah dianggap tidak sah lagi.
Akhirnya Kejati Jambi minta keterangan beberapa pihak termasuk ZM (Zein Muhamad ) dan beberapa orang dari BRI Jambi, penyidik menemukan bahwa ada kredit yang cair dipergunakan untuk kepentingan lain, seperti bidang usaha properti. Sebagaimana dikatakan Asisten Tindak pidana khusus (Aspidsus) Kejati Jambi, Andi Herman, pada waktu itu Rabu (14/4- 2010) mengatakan, pihaknya telah menaikkan status kasus dugaan kredit macet senilai Rp52 miliar di BRI Cabang Jambi yang diberikan kepada PT Raden Motor, ke tahap penyidikan.

Dikatakan, adanya dugaan kesalahan prosedur dalam pemberikan kredit sehingga ditemukan kerugian negara senilai Rp52 miliar. Kemudian dalam prosedur dan tahapannya pengajuan permohonan kredit itu peruntukannya juga disalahgunakan oleh penerima kredit Raden Motor, sehingga dalam kasus ini ada dugaan kuat telah terjadi konspirasi atau kerja sama antara BRI Cabang Jambi dengan Raden Motor. Pihak intelejen Kejati Jambi menetapkan pelanggaran terhadap kasus ini sesuai dengan UU No.31 tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU No.20 tahun 2001 tentang tindak pidana korupsi.

Berkaitan dengan hal itu,Kamis (6 Mei 2010,)pemeriksaan pertama kalinya untuk tersangka Effndi Syam (ES), pegawai BRI Jambi tidak bisa dilakukan karena alasan sakit, dan pemeriksaan dilanjutkan pada mendatang dengan agenda pemeriksaaan sebagai tersangka," tegas Soleh. Secara resmi memang ada surat pernyataan sakit dari dokter atas nama Effendi Syam yang diantarkan langsung oleh kuasa hukumnya kepada tim penyidik kejaksaaan tinggi Jambi.

Sedangkan untuk pemeriksaan terhadap tersangka lainnya yakni Zein Muhammad (ZM) Pimpinan Perusahaan Raden Motor, sebagai penerima dan pengguna kucuran kredit dari BRI Cabang Jambi, belum bisa dipastikan kehadirannya. Kedua orang itu telah ditetapkan menjadi tersangka, terkait kasus tindak pidana korupsi, berdasarkan bukti-bukti permulaan yang didapati kejaksaan dalam penyidikan.

Diduga karena lambannya dalam proses hukum, sehingga Forum Bersama 9 LSM (Forbes) Jambi melakukan unjukrasa di depan BRI Cabang Jambi, menuntut transparansi pengusutan kasus kredit macet sebesar Rp 52 Miliar oleh PT RPL (Reden Motor) usaha jual beli mobil bekas. Demo tersebut sempat membuat aktifitas di BRI Cabang Jambi berhenti tidak melayani nasabah.. Koordinator Forbes Jambi, Rudi Ardiyansyah pada waktu itu mengatakan dan menilai, kasus kredit macet itu terkesan “dipetieskan” oleh Kejati Jambi. Penyelidikan kasus ini sudah sejak akhir 2008 lalu. Namun hingga kini belum ada pihak BRI Cabang Jambi menjadi tersangka.

Menurut Forbes Jambi, agunan Raden Motor diketahui jauh lebih kecil dibandingkan dengan kredit yang diajukan.Rudi juga mengauibahwa pihaknya (Forbes) mendapat informasi pihak Reden Motor memberikan hadiah, sejumlah mobil kepada pihak pejabat kredit di BRI Cabang Jambi guna memuluskan kredit tersebut,”kata Suparman, koordinator lapangan Forbes Jambi.

Kepala bagian pemberian kredit BRI Cabang Jambi, Robyansyah pada saat itu menerima LSM Forbes Jambi mengatakan, kasus kredit macet tersebut telah diusut oleh pihak Kejati Jambi dan kini proses hukumnya masih berjalan. Menurutnya, pejabat pemberian kredit BRI Cabang Jambi saat itu Effendi Syam, yang saat sudah bertugas di Kabupaten Lahat, Provinsi Sumatera Selatan, sudah diperiksa penyidik Kejati Jambi.

Penyidik intelijen Kejati Jambi terakhir memeriksa saksi ahli adalah Direktur Utama PT RPL Zien Muhammad, mantan account officer (AO) BRI cabang Jambi, Effendi Siam dan akuntan publik Biasa Sitepu yang saat ini tidak ditahan. Untuk mengetahui prosedur dan kesalahan dalam masalah pemberian kredit dari BRI ke Raden Motor. Menurut keterangan yang dihimpun Wartawan Forum Jambi "Saksi RD tidak mengetahui langsung masalah pencairan kredit tersebut namun Effendi Syam diperiksa memang mengetahui pasti masalah kredit tersebut karena masih menjabat waktu pemberian kredit untuk Raden Motor. Ada empat kegiatan data laporan keuangan yang tidak dibuat oleh akuntan publik, sehingga terjadilah kesalahan dalam proses kredit dan ditemukan dugaan korupsinya. Keterangan dan fakta tersebut terungkap setelah tersangka Effendi Syam diperiksa dan dikonfrontir dengan saksi Biasa Sitepu sebagai akuntan publik di Kejati Jambi. Semestinya data laporan keuangan Raden Motor yang diajukan ke BRI saat itu harus lengkap, namun dalam laporan keuangan yang diberikan tersangka Zein Muhamad sebagai pimpinan Raden Motor , tidak dibuat oleh akuntan publik.

Tersangka Effendi Syam melalui kuasa hukumnya berharap pihak penyidik Kejati Jambi dapat menjalankan pemeriksaan dan mengungkap kasus tersebut dengan adil dan menetapkan siapa saja yang juga terlibat dalam kasus kredit macet senilai Rp 52 miliar, sehingga terungkap kasus korupsinya. Dalam kasus diatas, akuntan publik diduga kuat terlibat dalam kasus korupsi dalam kredit macet untuk pengembangan usaha Perusahaan Raden Motor.

Hal ini dapat dilihat dari keterlibatan akuntan publik yang di anggap lalai dalam pembuatan laporan keuangan perusahaan, Ia tidak membuat empat kegiatan data laporan keuangan milik Raden Motor yang seharusnya ada dalam laporan keuangan yang diajukan ke BRI sebagai pihak pemberi pinjaman sehingga menimbulkan dugaan korupsi. Fitri Susanti, kuasa hukum tersangka Effendi Syam, pegawai BRI yang terlibat kasus itu. Selasa (18/5/2010) mengatakan, setelah kliennya diperiksa dan dikonfrontir keterangannya dengan para saksi, terungkap ada dugaan kuat keterlibatan dari Biasa Sitepu sebagai akuntan publik dalam kasus ini.

Hasil pemeriksaan dan konfrontir keterangan tersangka dengan saksi Biasa Sitepu terungkap ada kesalahan dalam laporan keuangan perusahaan Raden Motor dalam mengajukan pinjaman ke BRI. Dalam kasus ini, seorang akuntan publik (Biasa Sitepu) dituduh melanggar prinsip kode etik yang ditetapkan oleh KAP ( Kantor Akuntan Publik ).

Kepala KPKLN (Kantor Pelayanan Kekayaan Lelang Lelang Negara) Jambi, Indra Safri mengatakan, Pelelangan yang dilakukan oleh perbankan, melibatkan KPKLN untuk selanjutnya diumumkan akan adanya pelelangan itu di media massa. Indra juga menilai, apa yang dilakukan perbankan terhadap agunan debitur itu juga sebagai syok terapi. "Pengumuman lelang itu bisa jadi syok terapi untuk nasabah yang nunggak. Kadang belum sempat dilelang, agunan itu sudah ditebus duluan,” ujarnya kepada wartawan.

Di KPKLN Jambi, dalam setahun ada sekira 200 permintaan lelang. Dari jumlah itu 50 persennya berasal dari perbankan ,termasuk di antaranya bank swasata. “Tapi tidak semua agunan yang dilelang laku. 10 persen agunan yang laku itu sudah bisa dikatakan bagus,” tuturnya didampingi salah seorang kepala seksi KPKLN Jambi, Artha. Dia menilai, banyak faktor yang membuat recovery rate lelang tinggi. Misalnya, lokasi agunan strategis. Ini akan membuat debitur yang asetnya dilelang berupaya bagaimana agunannya tak lepas, sementara peserta lelang juga berupaya mendapatkannya.

Melelang agunan debitur yang kreditnya macet menjadi pilihan perbankan. Itu menjadi salah satu cara untuk menekan angka Non Performing Loan (NPL) atau kredit macet. Tidak sedikit, nasabah yang kreditnya macet agunannya berakhir pada pelelangan. Alasan perbankan melelang agunan itu untuk menutupi utang dari debitur kepada bank.

Dalam lelang, yang dicari tentu adalah harga yang tertinggi. Tetapi tidak semua uang hasil lelang masuk ke bank. Ambil contoh, utang debitur kepada bank sebesar Rp 100 juta, sementara agunan terjual Rp 120 juta. Maka, kelebihan Rp 20 juta dikembalikan kepada nasabah.
"Adanya pelelangan ini sangat efektif untuk menekankan angka kredit di perbankan. “Katanya menegaskan.

Pemimpin BRI Cabang Jambi, pada waktu itu Jannus Siagian mengatakan hal senada. BRI memilih melakukan pelelangan untuk menekankan angka kredit macet. Itu merupakan sudah ketentuan bahwa, apabila nasabah tidak sanggup membayar utang, aset yang diagunkan akan dilelang. (Djohan).


Pembahasan

            Profesi adalah suatu hal yang harus dibarengi dengan keahlian dan etika. Kemampuan dan keahlian khusus yang dimiliki oleh suatu profesi adalah suatu keharusan agar profesi tersebut mampu bersaing di dunia usaha sekarang ini. Selain keahlian dan kemampuan khusus yang dimiliki oleh suatu profesi, dalam menjalankan suatu profesi juga dikenal adanya etika profesi.
            Etika Profesi diperlukan agar apa yang dilakukan oleh suatu profesi tidak melanggar batas-batas tertentu yang dapat merugikan suatu pribadi atas masyarakat luas seperti melakukan tindakan yang menyimpang hukum. Semua profesi dituntut untuk berperilaku etis yaitu bertindak sesuai dengan moral dan nilai-nilai yang berlaku. Oleh karena itu, setiap profesi dituntut untuk bekerja secara profesional. Kelompok – kelompok profesional, seperti akuntan merupakan salah satu profesi yang memiliki peran cukup besar dalam dunia bisnis, organisasi sosial maupun lembaga pemerintahan. Karena seorang akuntan dapat berkarir sebagai auditor pemerintah, auditor internal, akuntan sektor publik, akuntan keuangan daerah, akuntan manajemen dan lain-lain.
            Akuntan memiliki kode etik perilaku yang disebut etika profesional. Kode etik tersebut berupaya untuk memastikan standar kompetensi yang tinggi diantara anggota – anggota kelompok, mengatur hubungan mereka, dan meningkatkan serta melindungi citra profesi dan kesejahteraan komunitas profesi. (Simamora, 2002: 44).
            Adanya kode etik kepercayaan masyarakat terhadap suatu profesi dapat diperkuat, karena setiap klien mempunyai kepastian bahwa kepentingannya terjamin. Kode etik ibarat kompas yang menunjukkan arah etika bagi suatu profesi dan sekaligus juga menjamin mutu profesi itu di mata masyarakat (Yatimin, 2006: 684). Kepercayaan dari masyarakat inilah yang menjadi alasan perlunya kode etik profesi. Berkembangnya profesi akuntan, telah mendapat banyak pengakuan dari berbagai kalangan seperti dunia usaha, pemerintah, dan masyarakat luas. Hal ini disebabkan karena makin meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya jasa akuntan. Meskipun demikian, masyarakat belum sepenuhnya menaruh kepercayaan terhadap profesi akuntan. Banyak masalah yang terjadi pada berbagai kasus bisnis yang melibatkan profesi akuntan. Di Indonesia, muncul issue yang berkembang seiring dengan terjadinya pelanggaran etika baik yang dilakukan oleh akuntan publik, akuntan intern, maupun akuntan pemerintah. Pelanggaran etika oleh akuntan publik misalnya dapat berupa pemberian opini wajar tanpa pengecualian untuk laporan keuangan yang tidak memenuhi kualifikasi tertentu menurut norma pemeriksaan akuntan atau Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP).
(Mulyadi, 2001: 53), Kode etik akuntan Indonesia memuat delapan prinsip etika sebagai berikut : 

1)  Tanggung Jawab profesi
            Dalam melaksanakan tanggung jawabnya sebagai profesional, setiap anggota harus senantiasa menggunakan pertimbangan moral dan profesional dalam semua kegiatan yang dilakukannya. Sebagai profesional, anggota mempunyai peran penting dalam masyarakat. Sejalan dengan peran tersebut, anggota mempunyai tanggung jawab kepada semua pemakai jasa profesional mereka.

2)   Kepentingan Publik
        Setiap anggota berkewajiban untuk senantiasa bertindak dalam kerangka pelayanan kepada publik, menghormati kepercayaan publik, dan menunjukan komitmen atas profesionalisme. Satu ciri utama dari suatu profesi adalah penerimaan tanggung jawab kepada publik.

3)  Integritas
       Integritas adalah suatu elemen karakter yang mendasari timbulnya pengakuan profesional. Integritas merupakan kualitas yang melandasi kepercayaan publik dan merupakan patokan (benchmark) bagi anggota dalam menguji keputusan yang diambilnya. Integritas mengharuskan seorang anggota untuk, antara lain, bersikap jujur dan berterus terang tanpa harus mengorbankan rahasia penerima jasa. Pelayanan dan kepercayaan publik tidak boleh dikalahkan oleh keuntungan pribadi. Integritas dapat menerima kesalahan yang tidak disengaja dan perbedaan pendapat yang jujur, tetapi tidak menerima kecurangan atau peniadaan prinsip.

4)    Obyektivitas
        Setiap anggota harus menjaga obyektivitasnya dan bebas dari benturan kepentingan dalam pemenuhan kewajiban profesionalnya. Obyektivitasnya adalah suatu kualitas yang memberikan nilai atas jasa yang diberikan anggota. Prinsip obyektivitas mengharuskan anggota bersikap adil, tidak memihak, jujur secara intelektual, tidak berprasangka atau bias, serta bebas dari benturan kepentingan atau dibawah pengaruh pihak lain

5)   Kompetensi dan Kehati-hatian Profesional
       Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya dengan berhati-hati, kompetensi dan ketekunan, serta mempunyai kewajiban untuk mempertahankan pengetahuan dan ketrampilan profesional pada tingkat yang diperlukan untuk memastikan bahwa klien atau pemberi kerja memperoleh manfaat dari jasa profesional dan teknik yang paling mutakhir.

6)  Kerahasiaan
           Setiap anggota harus menghormati kerahasiaan informasi yang diperoleh selama melakukan jasa profesional dan tidak boleh memakai atau mengungkapkan informasi tersebut tanpa persetujuan, kecuali bila ada hak atau kewajiban profesional atau hukum untuk mengungkapkannya. Kewajiban kerahasiaan berlanjut bahkan setelah hubungan antar anggota dan klien atau pemberi jasa berakhir.

7)  Perilaku Profesional
          Setiap anggota harus berperilaku yang konsisten dengan reputasi profesi yang baik dan menjauhi tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi. Kewajiban untuk menjauhi tingkah laku yang dapat mendiskreditkan profesi harus dipenuhi oleh anggota sebagai perwujudan tanggung jawabnya kepada penerima jasa, pihak ketiga, anggota yang lain, staf, pemberi kerja dan masyarakat umum.

8) Standar Teknis
          Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya sesuai dengan standar teknis dan standar profesional yang relevan. Sesuai dengan keahliannya dan dengan berhati-hati, anggota mempunyai kewajiban untuk melaksanakan penugasan dari penerima jasa selama penugasan tersebut sejalan dengan prinsip integritas dan obyektivitas. Standar teknis dan standar professional yang harus ditaati anggota adalah standar yang dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia. Internasional Federation of Accountants, badan pengatur, dan pengaturan perundang-undangan yang relevan.

Analisis

            Akuntan Publik dapat dikatakan tidak bersalah, sepanjang sudah melakukan pemeriksaan atas laporan keuangan klien sesuai dengan standar minimal yang disyaratkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia melalui standar professional akuntan publik. Dalam kasus ini, Seorang akuntan publik yang membuat laporan keuangan perusahaan Raden Motor untuk mendapatkan pinjaman modal senilai Rp 52 miliar dari BRI Cabang Jambi pada 2009, diduga terlibat kasus korupsi dalam kredit macet. Hasil pemeriksaan dan konfrontir keterangan tersangka dengan saksi Biasa Sitepu terungkap ada kesalahan dalam laporan keuangan perusahaan Raden Motor dalam mengajukan pinjaman ke BRI. Ada empat kegiatan data laporan keuangan yang tidak dibuat dalam laporan tersebut oleh akuntan publik, sehingga terjadilah kesalahan dalam proses kredit dan ditemukan dugaan korupsinya. Akuntan publik Biasa Sitepu berdasarkan hasil temuan melakukan kesalahan yaitu tidak memberikan informasi penting berkaitan dengan kondisi perusahaan, sehingga pihak BRI selalu pemakai laporan keuangan salah dalam melakukan analisis kredit.
Dalam prinsip-prinsip kode etik yang penulis telah jabarkan di pembahasan, Biasa Sitepu telah melanggar beberapa prinsip kode etik diantaranya yaitu:

1)  Tanggung Jawab Profesi
        Pada permasalahan yang terjadi berkaitan dengan kasus kredit macet Bank BRI Cabang Jambi pada tahun 2010, Akuntan publik tersebut tidak melakukan tanggung jawabnya secara professional hal ini dikarenakan akuntan publik tersebut tidak menjalankan tugas profesinya dengan baik yang berkaitan dalam hal pembuatan laporan keuangan perusahaan Raden Motor untuk mendapatkan pinjaman modal senilai Rp 52 miliar dari BRI Cabang Jambi pada tahun 2009, sehingga dengan terjadinya kasus tersebut menimbulkan suatu dampak yang menyebabkan tingkat kepercayaan masyarakat (raden motor) terhadap akuntan publik menjadi hilang.

2)   Kepentingan Publik
        Seorang akuntan hendaknya harus secara terus menerus menunjukkan dedikasi mereka untuk mencapai profesionalisme yang tinggi. Dalam kasus ini, pihak akuntan publik Raden Motor  telah mengorbankan kepentingan publik demi kepentingan mereka semata. Akuntan Publik tersebut tidak menghormati kepercayaan publik (raden motor) dikarenakan melakukan kesalahan dalam laporan keuangan Perusahaan Raden Motor untuk mengajukan pinjaman ke Bank BRI dengan tidak membuat laporan mengenai empat kegiatan.

3) Objektivitas    
          Dalam kasus ini, Akuntan Publik tidak menjalankan prinsip Objektivitas dengan cara melakukan tindak ketidakjujuran secara intelektual dengan melakukan kecurangan dalam pembuatan laporan keuangan perusahaan Raden Motor.

4) Perilaku Profesional
        Dalam kasus ini, Akuntan Publik berperilaku tidak baik dengan melakukan pembuatan laporan keuangan palsu sehingga menyebabkan reputasi profesinya buruk dan dapat mendiskreditkan profesinya. Pihak yang terlibat dalam penyusunan laporan keuangan Raden Motor serta keterkaitan pihak intern BRI Cabang Jambi yang pada saat itu menjabat sebagai penilai pengajuan kredit telah berperilaku tidak professional sehingga menimbulkan reputasi perusahaan yang buruk. Bukan hanya itu saja, citra kinerja profesionalisme dari seorang akuntan publik juga dapat merusak reputasi mereka selaku akuntan serta dapat merugikan bagi pihak-pihak yang terkait dalam kasus kredit macet yang menjadi perkara tindak pidana korupsi. Setiap anggota harus berperilaku yang konsisten dengan reputasi profesi yang baik dan menjauhi tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi. 

5)  Integritas
        Dalam kasus ini, Akuntan Publik tidak dapat mempertahankan integritasnya sehingga terjadi benturan kepentingan (conflict of interest). Kepentingan yang dimaksud adalah kepentingan publik dan kepentingan pribadi dari akuntan publik itu.

6) Standar Teknis
         Dalam kasus ini, Akuntan Publik tidak menjalankan etika/tugasnya sesuai pada etika profesi yang telah ditetapkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia-Komparatemen Akutan Publik (IAI-KAP) diantaranya etika tersebut antara lain adalah sebagai berikut:
  • Independensi, integritas, dan obyektivitas 
  • Standar umum dan prinsip akuntansi 
  • Tanggung jawab kepada klien 
  • Tanggung jawab kepada rekan seprofesi
  • Tanggung jawab dan praktik lain


Referensi


  • Amrizal. 2014 . Analisis Pelanggaran Kode Etik Profesi Akuntan Publik di Indonesia.
                         Jurnal Liquidit Vol.3 No.1, Januari – Juni 2014, hlm 36-43.

 

Sabtu, 22 Oktober 2016

REVIEW JURNAL









REVIEW


Judul

Analisis Kritis Pelanggaran Kode Etik Profesi Akuntan Publik di Indonesia

Jurnal

Jurnal Liquidity, Januari – Juni 2014

Volume dan Halaman

Vol.3 , No.1 , hlm. 36 – 43 ( 8 halaman)

Nama Penulis

Amrizal

Reviewer

Tiara Eka Wahyu Pratiwi

Tujuan Penelitian

1)  Menganalisis bentuk-bentuk pelanggaran yang dilakukan oleh Kantor Akuntan Publik.
2)  Mengkaji dampak pelanggaran kode etik tersebut dan ketiga aspek pelanggaran dan jumlah KAP yang melakukan pelanggaran.

Metode Penelitian

Metode yang dilakukan yaitu menggunakan studi literatur. Data dikumpulkan dari beberapa sumber yang mengangkat kasus pelanggaran kode etik yang dilakukan KAP, seperti majalah, koran, jurnal, dan sumber sekunder lainnya. Data juga dikumpulkan dari Kementerian Keuangan RI dan Ikatan Akuntan Indonesia (IAI).

Teknik Penelitian

Menggunakan kerangka “Analisis Kritis”, yaitu metode dengan mengkaji fenomena yang terjadi disertai dengan argumentasi teoritik.

Hasil Penelitian

Dari tahun 2004 sampai dengan 2009, terdapat 52 kasus pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh KAP. Dari 52 kasus pelanggaran kode etik profesi akuntan, rata-rata melanggar aspek kualitas audit. Atas banyaknya kasus pelanggaran tersebut, Pusat Pembinaan Akuntan dan Jasa Penilai (PPAJP) dibawah naungan Kementerian Keuangan, akan memberikan sanksi kepada KAP yang melanggar, baik itu berupa  sanksi administrasi ataupun pidana.

Kesimpulan

Pelanggaran yang dilakukan oleh KAP cenderung meningkat. Hal ini disebabkan oleh semakin besarnya akses masyarakat terhadap profesi akuntan publik itu sendiri, selama ini akuntan public berada dibalik tembok raksasa  yang tak dapat dijangkau oleh masyarakat atau media. Atas pelanggaran tersebut memberikan dampak kerugian bagi investor yang memanfaatkan hasil audit akuntan public, hilang atau berkurang kepercayaan masyarakat terhadap profesi akuntan publik yang pada akhirnya akan merugikan profesi akuntan itu sendiri.

Tanggapan
Dari jurnal ini, saya setuju bahwa pelanggaran kode etik profesi akuntan publik harus diteliti secara kritis apa penyebabnya seorang akuntan publik hingga ia lalai dalam mematuhi kode etik yang telah dibuat. Melihat banyaknya pelanggaran yang dilakukan oleh KAP dan akuntan publik, kita patut prihatin mengingat bidang pekerjaan professional ini sangat mengutamakan kepercayaan, public trust and public interest. Oleh sebab itu, sistem yang sudah dibangun harus dilaksanakan dan dipatuhi agar profesi akuntan publik mendapatkan tempat yang terhormat bagi klien, dunia usaha, pemerintah dan pihak lain yang mempunyai kepentingan terhadap profesi akuntan publik.

 

TIARA'S ZONEEEEE!!!!!! Template by Ipietoon Cute Blog Design