1. Pengertian Penalaran
Menurut Minto Rahayu, (2007 : 35),
“Penalaran adalah proses berpikir yang sistematis untuk memperoleh kesimpulan
atau pengetahuan yang bersifat ilmiah dan tidak ilmiah. Bernalar akan membantu
manusia berpikir lurus, efisien, tepat, dan teratur untuk mendapatkan kebenaran
dan menghindari kekeliruan. Dalam segala aktifitas berpikir dan bertindak,
manusia mendasarkan diri atas prinsip penalaran. Bernalar mengarah pada berpikir
benar, lepas dari berbagai prasangka emosi dan keyakinan seseorang, karena
penalaran mendidik manusi bersikap objektif, tegas, dan berani, suatu
sikap yang dibutuhkan dalam segala kondisi”.
Dalam sumber yang sama, Minto Rahayu,
(2007 : 35), “Penalaran adalah suatu proses berpikir yang logis dengan berusaha
menghubung-hubungkan fakta untuk memperoleh suatu kesimpulan. Fakta adalah
kenyataan yang dapat diukur dan dikenali. Untuk dapat bernalar, kita harus
mengenali fakta dengan baik dan benar. Fakta dapat dikenali melalui pengamatan,
yaitu kegiatan yang menggunakan panca indera, melihat, mendengar, membaui,
meraba, dan merasa. Dengan mengamati fakta, kita dapat menghitung, mengukur,
menaksir, memberikan ciri-ciri, mengklasifikasikan, dan menghubung-hubungkan.
Jadi, dasar berpikir adalah klasifikasi”.
Sedangkan Widjono, (2007 : 209),
mengungkapkan penalaran dalam beberapa definisi, yaitu:
- Proses berpikir logis, sistematis, terorganisasi dalam urutan yang saling berhubungan sampai dengan simpulan.
- Menghubung-hubungkan fakta atau data sampai dengan suatu simpulan.
- Proses menganalisis suatu topik sehingga menghasilkan suatu simpulan atau pengertian baru.
- Dalam karangan terdiri dari dua variabel atau lebih, penalaran dapat diartikan mengkaji, membahas, atau menganalisis dengan menghubungkan variabel yang dikaji sampai menghasilkan suatu derajat hubungan dan simpulan.
- Pembahasan suatu masalah sampai menghasilkan suatu simpulan yang berupa pengetahuan atau pengertian baru.
Jadi, dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa
penalaran adalah proses pemikiran yang logis untuk memperoleh kesimpulan
berdasarkan fakta yang relevan (sebenarnya). Atau dengan kata lain, penalaran
adalah proses penafsiran fakta sebagai dasar untuk menghasilkan dan menarik
kesimpulan.
2. Proposisi
Proposisi adalah kalimat logika yang merupakan pernyataan
tentang hubungan antara dua atau beberapa hal yang dapat dinilai benar atau
salah. Dengan kata lain, Proporsisi sebagai pernyataan yang didalamnya manusia
mengakui atau mengingkari sesuatu tentang sesuatu yang lain.
Proposisi adalah pernyataan tentang hubungan yang
terdapat di antara subjek dan predikat. Dengan kata lain, proposisi adalah
pernyataan yang lengkap dalam bentuk subjek-predikat atau term-term yang
membentuk kalimat. Kalimat Tanya,kalimat perintah, kalimat harapan , dan kalimat
inversi tidak dapa disebut proposisi . Hanya kalimat berita yang netral yang
dapat disebut proposisi. Tetapi kalimat-kalimat itu dapat dijadikan proposisi
apabila diubah bentuknya menjadi kalimat berita yang netral.
Dalam sebuah kalimat Bumi adalah planet, kata bumi dan planet adalah term.Term dan proposisi mempunyai hubungan yang erat. Proposisi adalah pernyataan tentang hubungan yang terdapat di antara subjek dan predikat. Dengan kata lain, proposisi adalah pernyataan yang lengkap dalam bentuk subjek-predikat atau term-term yang membentuk kalimat.
Suatu proposisi mempunyai subjek dan predikat. Dengan demikian, proposisi pasti berbentuk kalimat, tetapi tidak setiap kalimat dapat digolongkan ke dalam proposisis. Hanya kalimat berita yang netral yang dapat disebut proposisi. Kalimat tanya, kalimat perintah, kalimat harapan, dan kalimat inverse tidak dapat disebut proposisi. Kalimat-kalimat itu dapat dijadikan proposisi apabila diubah bentuknya menjadi kalimat berita yang netral.
Kalimat berikut ini bukan proposisi:
a.
Bangsa burungkah ayam?
b.
Mudah-mudahan Indonesia menjadi Negara makmur.
c.
Berdirilah kamu di pinggir pantai.
Kalimat-kalimat itu dapat diubah menjadi proposisi
sebagai berikut.
a.
Ayam adalah burung.
b.
Indonesia menjadi negara makmur.
c.
Kamu berdiri di pinggir pantai.
Dari uraian di atas, dapat dikatakan bahwa proposisi
itu harus terdiri dari subjek dan predikat yang masing-masing dapat diwujudkan
dalam kelompoknya sehingga dapat dilihat hubungan sekelompok subjek dan
kelompok predikat.
Preposisi memiliki beberapa jenis , yakni :
- Proposisi empirik , yaitu proposisi berdasarkan fakta.
- Proposisi mutlak , yaitu pembenaran yang tidak memerlukan pengujian untuk menyatakan benar atau salahnya.
- Proposisi hipotetik,, yaitu persyaratan huungan subjek dan predikat yang harus dipenuhi.
- Proposisi kategoris, yaitu tidak adanya persyaratan hubungan subjek dan predikat.
- Proposisi positif universal, yaitu pernyataan positif yang mempunyai kebenaran mutlak.
- Proposisi positif parsial , yaitu pernyataan bahwa sebagian unsur pernyataan tersebut bersifat positif.
- Proposisi negatif universal, kebalikan dari proposisi positif universal.
- Proposisi negatif parsial, kebalikan dari proposisi negatif parsial.
3.
Jenis-Jenis Metode Penalaran
Menurut Minto Rahayu, (2007 : 41), penalaran dapat
dibedakan dengan cara induktif dan deduktif.
1. Penalaran Induktif
Ialah proses berpikir yang bertolak dari satu atau
sejumlah fenomena atau gejala individual untuk menurunken suatu kesimpulan
(inferesi) yang berlaku umum. Proses induksi dapat dibedakan menjadi:
(a) Generalisasi,
ialah proses berpikir berdasarkan pengamatan atas sejumlah gejala dengan sifat-sifat tertentu untuk menarik kesimpulan umum mengenai semua atau sebagian dari gejala serupa. Beberapa contoh penalaran induktif dengan cara generalisasi adalah sebagai berikut:
(1) Berdasarkan pengalaman, seorang ibu
dapat membedakan atau menyimpulkan arti tangisan bayinya, sebagai ungkapan rasa
lapar atau haus, sakit atau tidak nyaman.
(2) Berdasarkan pengamatannya, seorang ilmuwan
menemukan bahwa kambing, sapi, onta, kerbau, kucing, harimau, gajah, rusa, kera
adalah binatang menyusui. Hewan-hewan itu menghasilkan turunannya melalui
kelahiran. Dari temuannya itu, ia membuat generalisasi bahwa semua binatang
menyusui mereproduksi turunannya melalui kelahiran.
(b) Analogi
Ialah suatu proses berpikir untuk menarik kesimpulan atau inferensi tentang kebenaran suatu gejala khusus berdasarkan beberapa gejala khusus lain yang memiliki sifat-sifat atau ciri-ciri esensial penting yang bersamaan.
Beberapa contoh penalaran induktif dengan cara analogi
adalah sebagai berikut:
(1) Dalam riset medis, para peneliti mengamati
berbagai efek dari bermacam bahan melalui eksperimen binatang seperti tikus dan
kera, yang dalam beberapa hal memiliki kesamaan karakter anatomis dengan
manusia. Dari kajian itu, akan ditarik kesimpulan bahwa efek bahan-bahan uji
coba yang ditemukan pada binatang juga akan terjadi pada manusia.
(2) Dr. Maria C. Diamond, seorang profesor
anatomi dari University of California tertarik untuk meneliti pengaruh pil
kontrasepsi terhadap pertumbuha cerebral cortex wanita, sebuah bagian otak yang
mengatur kecerdasan. Dia menginjeksi sejumlah tikus betina dengan sebuah hormon
yang isinya serupa dengan pil. Hasilnya tikus-tikus itu memperlihatkan
pertumbuhan yang sangat rendah dibandingkan dengan tikus-tikus yang tidak
diberi hormon itu. Berdasarkan studi itu, Dr. Diamond menyimpulkan bahwa pil
kontrasepsi dapat menghambat perkembangan otak penggunanya.
Dalam contoh penelitian tersebut, Dr. Diamond menganalogikan anatomi tikus dengan manusia. Jadi apa yang terjadi pada tikus, akan terjadi pula pada manusia.
(c) Hubungan Kausal (Sebab akibat)
Prinsip umum hubungan sebab akibat menyatakan bahwa semua peristiwa harus ada penyebabnya.
Contoh:
(1) Ketika seorang ibu melihat awan tebal
menggantung, dia segera memunguti pakaian yang sedang dijemurnya. Tindakannya
itu terdorong oleh pengalamannya bahwa mendung tebal (sebab) adalah pertanda
akan turun hujan (akibat).
(2) Seorang petani menanam berbagai jenis
pohon dipekarangannya, tanaman tersebut dia sirami, dia rawat dan dia beri
pupuk. Anehnya, tanaman itu bukannya semakin segar, melainkan layu bahkan mati.
Tanaman yang mati dia cabuti. Ia melihat ternyata akar-akarnya rusak da
dipenuhi rayap. Berdasarkan temuannya itu, petani tersebut menyimpulkan bahwa
biang keladi rusaknya tanaman (akibat) adalah rayap (sebab).
2. Penalaran Deduktif
Ialah proses berpikir yang bertolak dari prinsip,
hukum, putusan yang berlaku umum tentang suatu hal atau gejala atas prinsip
umum tersebut ditarik kesimpulan tentang sesuatu yang khusus, yang merupakan
bagian dari hal atau gejala diatas.
Contoh:
Semua makhluk hidup akan mati
Manusia adalah makhluk hidup
Karena itu, semua manusi akan mati.
Dari contoh tersebut dapat diketahui bahwa proses
penalaran itu berlangsung dalam tiga tahap.
Pertama, generalisasi sebagai pangkal bertolak
(pernyataan pertama merupakan generalisasi yang bersumber dari keyakina atau
pengetahuan yang sudah diketahui dan diakui kebenarannya.Kedua, penerapan atau
perincian generalisasi melalui kasus atau kejadian tertentu. Ketiga, kesimpulan
deduktif yang berlaku bagi kasus atau peristiwa khusus itu.
Penalaran deduktif dapat dilakukan dengan dua cara:
(a) Silogisme
Suatu proses penalaran yang menghubungkan dua proposisi (pernyataan) yang berlainan untuk menurunkan sebuah kesimpulan yang merupakan proposisi yang ketiga. Proposisi merupakan pernyataan yang dapat dibuktikan kebenarannya atau dapat ditolak karena kesalahan yang terkandung didalamnya.
Dari pengertian di atas, silogisme terdiri atas tiga
bagian yakni: premis mayor, premis minor, dan kesimpulan. Yang dimaksud dengan
premis adalah proposisi yang menjadi dasar bagi argumentasi. Premis mayor
mengandung term mayor dari silogisme, merupakan geeralisasi atau proposisis
yang dianggap bear bagi semua unsur atau anggota kelas tertentu. Premis minor
mengandung term minor atau tengah dari silogisme, berisi proposisi yang
mengidentifikasi atau menuntuk sebuah kasus atau peristiwa khusus sebagai
anggota dari kelas itu. Kesimpulan adalah proposisi yang menyatakan bahwa apa
yang berlaku bagi seluruh kelas, akan berlaku pula bagi anggota-anggotanya.
Contoh:
Contoh:
Premis mayor : Semua cendekiawan adalah pemikir
Premis minor : Habibie adalah cendekiawan
Kesimpulan : Jadi, Habibie adalah pemikir.
Beberapa jenis silogisme :
a. Silogisme Kategorial
Yang dimaksud dengan silogisme kategorial ialah
silogisme yang terjadi tiga proposisi. Dua proposisi merupakan premis dan satu
proposisi merupakan simpulan. Premis yang bersifat umum disebut premis mayor
dan premis yang bersifat khusus disebut premis minor. Dalam simpulan
terdapat subjek dan predikat. Subjek simpulan disebut term minor dan
predikat simpulan disebut term mayor.
Contoh:
Semua manusia bijaksana (premis mayor)
Semua polisi adalah manusia (premis minor
Jadi, semua polisi bijaksana
Untuk menghasilkan simpulan harus ada term penengah
sebagai penghubung antara premis mayor dan premis minor. Term penengah pada
silogisme di atas ialah manusia. Term penengah hanya terdapat pada
premis, tidak terdapat pada simpulan. Kalau term penengah tidak ada, simpulan
tidak dapat diambil.
Contoh:
Semua manusia tidak bijaksana.
Semua kera bukan manusia.
Jadi, (tidak ada simpulan).
Aturan umum silogisme kategorial adalah sebagai berikut.
- Silogisme harus terdiri atas tiga term, yaitu term mayor, term minor, dan term penengah.
Contoh:
Semua atlet harus giat berlatih.
Dimas adalah seorang atlet.
Dimas harus giat berlatih.
Term mayor: Dimas.
Term minor: harus giat berlatih.
Term menengah: atlet.
Term menengah: atlet.
2. Silogisme terdiri atas
tiga proposisi, yaitu premis mayor, premis minor, dan simpulan.
3. Dua premis yang negatif tidak
dapat menghasilkan simpulan.
Contoh:
Semua semut bukan ulat.
Tidak seekor ulat pun adalah manusia.
4. Bila salah satu premisnya
negatif, simpulan pasti negatif.
Contoh:
Tidak seekor gajah pun adalah singa.
Semua gajah berbelalai.
Jadi, tidak seekor singapun berbelalai.
5. Dari premis yang positif, akan
dihasilkan simpulan yang positif.
6. Dua premis yang khusus tidak
dapat ditarik satu simpulan.
Contoh:
Sebagian orang jujur adalah petani.
Sebagian pegawai negeri adalah orang jujur.
Jadi, . . . (tidak ada simpulan)
7. Bila salah satu premisnya khusus,
simpulan akan bersifat khusus.
Contoh:
Sebagian mahasiswa adalah lulusan SLTA.
Sebagian pemuda adalah mahasiswa.
Jadi, sebagian pemuda adalah lulusan SLTA.
8. Dari premis mayor yang khusus
dan premis minor yang negatif tidak dapat ditarik satu simpulan.
Contoh:
Beberapa manusia adalah bijaksana.
Tidak seekor bintang pun adalah manusia.
Jadi, . . . (tidak ada simpulan)
b. Silogisme Hipotesis
Silogisme hipotesis adalah silogisme yang terdiri atas
premis mayor yang berproposisi kondisional hipotesis. Jika premis minornya
membenarkan anteseden, simpulannya membenarkan konsekuen. Kalau premis minornya
menolak anteseden, simpulannya juga menolak konsekuen.
Contoh:
Jika besi dipanaskan, besi akan memuai.
Besi dipanaskan.
Jadi, besi memuai.
Jika besi tidak dipanaskan, besi tidak akan memuai.
Besi tidak dipanaskan.
Jadi, besi tidak akan memuai.
c. Silogisme
Alternatif
Silogisme alternatif adalah silogisme nyang terdiri atas premis mayor berupa proposisi alternatif. Jika premis minornya membenarkan salah satu alternatif, simpulannya akan menolak alternatif yang lain.
Contoh:
Dia adalah seorang kiai atau professor.
Dia seorang kiai.
Jadi, dia bukan seorang professor.
Dia adalah seorang kiai atau professor.
Dia bukan seorang kiai.
Jadi, dia seorang professor.
(b) Entinem
Suatu proses penalaran dengan menghilangkan bagian silogisme yang dianggap telah dipahami.
Contoh:
Berangkat dari bentuk silogisme secara lengkap:
Premis mayor : Semua renternir adalah penghisap darah
dari orang yang sedang kesusahan
Premis minor : Pak Sastro adalah renternir
Kesimpulan : Jadi, Pak Sastro adalah peghisap darah
orang yang kesusahan.
4. Salah Nalar,
Pengertian dan Macamnya
Salah nalar (reasioning atau logical fallacy) adalah
kekeliruan dalam prosesberpikir karena keliru menafsirkan atau menarik
kesimpulan. Kekeliruan ini dapat terjadi karena faktor emosional, kecerobohan
atau ketidaktahuan.
Contoh sederhana:
Seseorang mengatakan, ”Di sekolah, Bahasa Indonesia merupakan mata pelajaran yang terpenting. Tanpa menguasai Bahasa Indonesia seorang siswa tidak mungkin dapat memahami mata pelajaran lainnya dengan baik.”
Seseorang mengatakan, ”Di sekolah, Bahasa Indonesia merupakan mata pelajaran yang terpenting. Tanpa menguasai Bahasa Indonesia seorang siswa tidak mungkin dapat memahami mata pelajaran lainnya dengan baik.”
Pernyataan tersebut tidaklah tepat. Bahwa Bahasa
Indonesia merupakan mata pelajaran penting, memang benar. Tetapi kalau
dikatakan terpenting, tampaknya perlu dipertanyakan.Salah tafsir dapat terjadi
karena kekeliruan induktif, deduktif, penafsiran relevansi dan peggunaan
otoritas yang berlebihan.
Salah nalar dapat dibedakan atas 4 (empat) macam:
1) Generalisasi yang terlalu luas
Salah nalar ini terjadi karena kurangnya data yang
dijadikan dasar generalisasi, sikap menggampangkan, malas mengumpulkan dan
menguji data secara memadai, atau ingin segera meyakinkan orang lain dengan
bahan yag terbatas. Paling tidak ada dua kesalahan generalisasi yang muncul:
a) Generalisasi sepintas (Hasty or sweeping
generalization)
Kesalahan terjadi karena penulis membuat generalisasi berdasarkan data atau evidensi yang sangat sedikit.
Contoh: Semua anak yang jenius akan sukses dalam belajar.
Pernyataan tersebut tidaklah benar, karena kejeniusan
atau tingkat intelegensi yang tinggi bukan satu-satunya faktor penentu
kesuksesan belajar anak. Karena masih banyak faktor penentu lain yang teribat
seperti: motivasi belajar, sarana prasarana belajar, keadaan lingkungan
belajar, dan sebagainya
.
.
b) Generalisasi apriori
Salah nalar ini terjadi ketika seorang penulis melakukan generalisasi atas gejala atau peristiwa yang belum diuji kebenaran atau kesalahannya. Kesalahan corak penalaran ini sering ditimbulkan oleh prasangka. Karena suatu anggota dari suatu suatu kelompok, keluarga, ras atau suku, agama, negara, organisasi, dan pekerjaan atau profesi, melakukan satu atau beberapa kesalahan, maka semua anggota kelompok itu disimpulkan sama.
Contoh: Semua pejabat pemerintah korup; Para remaja sekarang rusak moralnya; Zaman sekarang, tidak ada orang berbuat tanpa pamrih; dan sebagainya.
2) Kerancuan analogi
Kerancuan analogi disebabkan karena penggunaan analogi
yang tidak tepat. Dua hal yang diperbandingkan tidak memiliki kesamaan esensial
(pokok).
Contoh:
”Negara adalah kapal yang berlayar menuju tanah
harapan. Jika nahkoda setiap kali harus meminta anak buahnya dalam menentukan
arah berlayar, maka kapal itu tidak akan kunjung sampai. Karena itu demokrasi
pemerintahan tidak diperlukan, karena menghambat.”
3) Kekeliruan kasualitas (sebab akibat)
Kekeliruan kasualitas terjadi karena kekeliruan menentukan sebab.
Contoh:
a. Saya tidak bisa berenang, karena
tidak ada satupun keluarga saya yang dapat berenang.
b. Saya tidak dapat mengerjakan ujian karena lupa tidak sarapan
4) Kesalahan relevansi
Kesalahan relevansi akan terjadi apabila bukti yang
diajukan tidak berhubungan atau tidak menunjang sebuah kesimpulan. Corak
kesalahan ini dapat dirinci menjadi 3 (tiga) macam:
a. Pengabaian
persoalan (ignoring the question)
Contoh:
Korupsi di Indonesia tidak bisa diberantas, karena
pemerintah tidak memiliki undang-undang khusus tentang hal itu.
b. Penyembunyian
persoalan (biding the question)
Contoh:
Tidak ada jalan lain untuk memberantas korupsi kecuali
pemerintah menaikkan gaji pegawai negeri.
c. Kurang memahami
persoalan
Salah nalar ini terjadi karena penulis mengemukakan
pendapat tanpa memahami persoalan yang dihadapi dengan baik. Sehingga pendapat
yang disampaikan tidak mengena atau berputar-putar dan tidak menjawab secara
benar atau persoalan yang terjadi.
5) Penyandaran terhadap
prestise seseorang
Salah nalar disini terjadi karena penulis menyandarkan
pada pendapat seseorang yang hanya karena orang tersebut terkenal atau sebagai
tokoh masyarakat namun bukan ahlinya.Agar tidak terjadi salah nalar karena
faktor penyebab ini, maka perlu di patuhi rambu-rambu sebagai berikut:
- Orang itu diakui keahliannya oleh orang lain
- Pernyataan yang dibuat berkenaan dengan keahliannya, dan relevan dengan persoalan yang dibahas.
- Hasil pemikirannya dapat diuji kebenarannya
Hal tersebut mengindikasikan kita sebagai penulis
tidak boleh asal mengutip semata-mata karena orang tersebut merupakan orang
terpandang, terkenal atau kaya raya dan baik status sosial ekonominya.
DAFTAR PUSTAKA
1. Rahayu, Minto. 2007. Bahasa Indonesia di
Perguruan Tinggi. Jakarta : Grasindo.
2. https://mardiya.wordpress.com/2010/11/29/penalaran-dalam-penulisan-karya-ilmiah-oleh-mardiya/
3.
http://www.seputarpengetahuan.com/2014/12/pengertian-dan-metode-penalaran-menurut.html
0 komentar:
Posting Komentar